Masyarakat Adat SBT Tolak Perkebunan Kelapa Sawit
Kebijakan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdullah Vanath,
menggandeng sejumlah investor untuk membuka perkebunan kelapa sawit di SBT
nampaknya tidak mulus. Sejumlah komponen masyarakat SBT termasuk masyarakat
adat Bati dengan tegas menolak izin hak guna usaha (HGU) untuk perkebunan
kelapa sawit di kabupaten bertajuk Ita Wotu Nusa tersebut.
Kepada pers di Ambon sejumlah masyarakat adat pedalaman Gunung Bati dengan tegas menolak perkebunan kepala sawit yang telah dibuka Vanath di Dataran Hunimoa seluas 15.000 hektare.
“Kami tidak terima perkebunan kelapa sawit di Dataran Hunimoa. Anakan kelapa sawit yang sudah ditanam telah kami cabut. Hunimoa untuk pembangunan ibu kota kabupaten SBT bukan untuk perkebunan kelapa sawit,” tegas Hasan Rumoga, kepala adat Uta, Gunung Bati melaui telepon seluler, Senin 16 Juli.
Menurut Rumoga, kebijakan Vanath memberikan izin HGU perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Dataran Hunimoa adalah pelanggaran terhadap UU Nomor. 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa ibukota kabupaten SBT terletak di Dataran Hunimoa. Sehingga yang menjadi prioritas bupati adalah pembangunan ibukota definitif di Dataran Hunimoa bukan perkebunan kelapa sawit.
“Vanath pembohong..! Boleh jadi dia (Vanath, Red) menipu kami tua-tua adat yang telah menyerahkan lahan seluas 8.000 hektare untuk pembangunan Hunimoa. Waktu itu Vanath, Ibu Siti (wakil bupati), Kapolres, Dandim penugasan, anggota DPRD, Muspida, Muspika dan lain. Kami para tokoh adat dan Jou (raja/kepala desa, Red) telah menyerahkan tanah secara adat dengan menyembeli kambing di Hinimoa, 5 km arah belakang Desa Gaa tapi kenapa sampai sekarang tidak ada pembangunan malah buka perkebunan kepala sawit. Anak ini (Vanath, Red) pembohong,” beber Rumoga.
Tahun 2008 kata tokoh adat, tokoh masyarakat dan para raja telah menyerahkan lahan seluas 8.000 ha kepada pemerintah daerah yang dilakukan secara adat kepada Bupati Abdullah Vanath dan rombongan Muspida di Desa Gaa dan Desa Kian Darat. Hanya saja setelah penyerahan tanah adat, janji-janji Bupati Abdullah Vanath untuk segera membangun Hunimoa hanya tinggal kenangan. “Vanath itu pintar, boleh jadi membohingi kami tua-tua adat ini. Padahal waktu Vanath ke gunung Bati ketemu dengan tua-tua adat Vanath berjanji membangun jalan, masjid dll sampai kami menganugrahkan Gelar Kena Lean/Orang Tua Besar masih saja tetap membohongi kami masyarakat adat, diam-diam Vanath bekerja sama dengan beberapa orang tua adat di Desa Kian Darat untuk menyerahkan hak ulayat 15.000 ha di Dataran Hunimoa untuk membuka/menananam kelapa sawit, terpaksa kami cabut,” ujarnya.
Senada dengan Rumoga, tokoh masyarakat adat lainnya dari Gunung Bati Rumbou, Jafar Takamokan juga menuturkan hal yang sama. Menurut Takamokan, Bupati Abdullah Vanath telah ingkar janji terkait pembangunan Dataran Hunimoa. Vanath menjadi bupati hanya untuk memperkaya diri dan kroni-kroninya bukan untuk melaksanakan amanat UU membangun Hunimoa.
“Kita telah diperdaya oleh Vanath. Lihat saja dari gunung hingga pantai seluruhnya dikuasai Vanath. Dia jadi bupati untuk memperkaya diri bukan memikirkan nasib rakyat,” tegas Takamokan
Kepada pers di Ambon sejumlah masyarakat adat pedalaman Gunung Bati dengan tegas menolak perkebunan kepala sawit yang telah dibuka Vanath di Dataran Hunimoa seluas 15.000 hektare.
“Kami tidak terima perkebunan kelapa sawit di Dataran Hunimoa. Anakan kelapa sawit yang sudah ditanam telah kami cabut. Hunimoa untuk pembangunan ibu kota kabupaten SBT bukan untuk perkebunan kelapa sawit,” tegas Hasan Rumoga, kepala adat Uta, Gunung Bati melaui telepon seluler, Senin 16 Juli.
Menurut Rumoga, kebijakan Vanath memberikan izin HGU perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Dataran Hunimoa adalah pelanggaran terhadap UU Nomor. 40 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, pasal 9 ayat (1) yang menyatakan bahwa ibukota kabupaten SBT terletak di Dataran Hunimoa. Sehingga yang menjadi prioritas bupati adalah pembangunan ibukota definitif di Dataran Hunimoa bukan perkebunan kelapa sawit.
“Vanath pembohong..! Boleh jadi dia (Vanath, Red) menipu kami tua-tua adat yang telah menyerahkan lahan seluas 8.000 hektare untuk pembangunan Hunimoa. Waktu itu Vanath, Ibu Siti (wakil bupati), Kapolres, Dandim penugasan, anggota DPRD, Muspida, Muspika dan lain. Kami para tokoh adat dan Jou (raja/kepala desa, Red) telah menyerahkan tanah secara adat dengan menyembeli kambing di Hinimoa, 5 km arah belakang Desa Gaa tapi kenapa sampai sekarang tidak ada pembangunan malah buka perkebunan kepala sawit. Anak ini (Vanath, Red) pembohong,” beber Rumoga.
Tahun 2008 kata tokoh adat, tokoh masyarakat dan para raja telah menyerahkan lahan seluas 8.000 ha kepada pemerintah daerah yang dilakukan secara adat kepada Bupati Abdullah Vanath dan rombongan Muspida di Desa Gaa dan Desa Kian Darat. Hanya saja setelah penyerahan tanah adat, janji-janji Bupati Abdullah Vanath untuk segera membangun Hunimoa hanya tinggal kenangan. “Vanath itu pintar, boleh jadi membohingi kami tua-tua adat ini. Padahal waktu Vanath ke gunung Bati ketemu dengan tua-tua adat Vanath berjanji membangun jalan, masjid dll sampai kami menganugrahkan Gelar Kena Lean/Orang Tua Besar masih saja tetap membohongi kami masyarakat adat, diam-diam Vanath bekerja sama dengan beberapa orang tua adat di Desa Kian Darat untuk menyerahkan hak ulayat 15.000 ha di Dataran Hunimoa untuk membuka/menananam kelapa sawit, terpaksa kami cabut,” ujarnya.
Senada dengan Rumoga, tokoh masyarakat adat lainnya dari Gunung Bati Rumbou, Jafar Takamokan juga menuturkan hal yang sama. Menurut Takamokan, Bupati Abdullah Vanath telah ingkar janji terkait pembangunan Dataran Hunimoa. Vanath menjadi bupati hanya untuk memperkaya diri dan kroni-kroninya bukan untuk melaksanakan amanat UU membangun Hunimoa.
“Kita telah diperdaya oleh Vanath. Lihat saja dari gunung hingga pantai seluruhnya dikuasai Vanath. Dia jadi bupati untuk memperkaya diri bukan memikirkan nasib rakyat,” tegas Takamokan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar