Babak Baru Pengusutan Dugaan Korupsi APBD SBT
Oleh : Muhamad Ramly Faud
(Peneliti Center For Economic and Moniter Study/PSEM)
SETELAH menunggu cukup lama, perjuangan keras berbagai elemen masyarakat anti korupsi yang megendus aroma korupsi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), tampaknya mulai membuahkan hasil. Pengusutan dugaan korupsi dana APBD di daerah ini, kini memasuki babak baru dengan turunnya tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bula pada 7-9 November lalu. Kesediaan Ketua KPK mengirim tim penyidiknya ke Bula, dimaksudkan untuk mendalami dugaan korupsi yang dilaporkan berbagai elemen masyarakat. Sekaligus juga sebagai bentuk komitmen Pemerintahan Presiden SBY untuk membersihkan negeri ini dari koruptor yang telah merampok uang rakyat. Kasus korupsi di SBT didalami KPK, setelah berbagai elemen masyarakat melaporkan dugaan korupsi kepada lembaga superbody itu.
Aroma korupsi dana APBD SBT menyeruak semenjak berbagai elemen masyarakat anti korupsi, melaporkan kasusnya kepada KPK dan Kejaksaan Tinggi Maluku. Mereka mendesak agar aparat hukum menuntaskan pengusutannya dugaan korupsi yang jumlahnya sangat fantastis mencapai 24 miliar rupiah. Sebut saja Lembada Swadaya Masyarakat Goran, lembaga ini mengendus lima proyek bermasalah dengan total anggaran 24 miliar, yaitu dugaan korupsi pembangunan jembatan Waesalas, jembatan Waeniff, pembangunan jembatan Waemer, dan proyek petakan sawah 2008.
Direktur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Yan Sariwating, juga minta agar Kejati Maluku serius mengusut kasusnya. Selain itu BPK juga didesak agar mengaudit penggunaan dana MTQ Maluku di SBT sebesar 13 miliar rupiah. ”Dana ukuran jumbo itu tidak sebanding dengan penggunaannya,” kata Ketua LMS Olasaka Musafi Rumadan. Dana itu dari APBD SBT 2010. Untuk pembangunan panggung 3 miliar, untuk konsumsi 2 miliar. Padahal untuk MTQ 10-17 Mei 2010 tak lebih dari 5 miliar. Cilakanya dana itu dipungut dari guru dan kepala sekolah melalui pemotongan gaji sebesar 150 ribu rupiah.
Sementara itu pada pertengahan November lalu, kelompok pemuda yang tergabung dalam Front Pembebasan Rakyat (FPR) menggelar aksi demo di depan kantor Kejati Maluku di kota Ambon. Mereka menuntut pengusutan sejumlah kasus indikasi korupsi di SBT. Ketua FPR Ferdi Suwakul dalam orasinya mengatakan, Bupati SBT Abdullah Vanath beserta para pembantu dan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setempat, seharusnya menggunakan uang negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan dikorupsi yang menguntungkan segelintir orang atau golongan tertentu.
"Banyak sekali indikasi korupsi di SBT, di antaranya proyek pembangunan jembatan di Waeneff, Waesalas dan Waemar di Kecamatan Bula yang saat ini masih berlangsung," kata Ferdi.
Selain itu, keputusan Bupati Abdullah Vanath memotong gaji pegawai sebesar 2,5 persen per orang dari total gaji pokok selama Mei-Agustus 2011 dengan dalil infak, juga diduga sarat muatan korupsi, karena jumlah yang disalurkan menjelang Lebaran Idul Fitri 1432 Hijriah lalu sangat kecil, tidak sebanding dengan besarnya dana yang terkumpul. Para pendemo menuntut Kajati Maluku Efendy Harahap mengusut dua kasus dugaan korupsi yang dinilai merugikan rakyat itu.
Sementara Kajati Maluku mengatakan, saat ini pihaknya sedang memeriksa sejumlah pejabat SBT yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. "Kasus-kasus di SBT akan kami tangani tapi diprioritaskan yang terekspose dan menarik perhatian publik, karena harus disesuaikan dengan jumlah personil di Kejati dan dana yang dianggarkan," kata Kajati Maluku, Efendy Harahap.
Dikatakannya, dalam kaitan dengan dugaan korupsi di SBT, pihaknya sedang memeriksa Bendahara Dinas Pendapatan Daerah (Dispeda), Ipfa Khouw. Ipfa Khouw diperiksa terkait hasil audi BPK tahun 2009 atas penggunaan APBD Kabupaten SBT tahun 2007.
Ia juga mengharapkan dukungan dan kerjasama yang baik dari FPR dan semua lapisan masyarakat, agar para personil Kejaksaan yang turun ke lapangan mendapat kemudahan dan dapat menjalankan tugas dengan baik.
Sementara itu Indonesian Coruption Watch (ICW) memberi dukungannya kepada KPK untuk mengungkap dugaan korupsi yang terjadi di SBT. Koordinator Devisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan mengatakan, KPK harus bisa mengungkap dugaan korupsi tersebut, sehingga tidak terkesan hanya wacana belaka. LSM anti korupsi itu berharap semoga KPK mendapat bukti kuat, sehingga tidak terbatas hanya pada pendalaman kasus, tapi ditingkatkan ke penyelidikan.
“KPK harus lebih serius dalam menangani kasus korupsi itu. Karena problem sosial seperti rusuh dan lainnya juga biasanya bermula dari kasus korupsi,” ungkap Irawan, kepada Ambon Ekspres. Dia berjanji pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi di Maluku, khususnya di
SBT. Menurutnya, dugaan korupsi Maluku harus lebih diprioritaskan oleh KPK, karena Maluku termasuk memiliki indeks korupsi tertinggi di Indonesia. Dalam catatan ICW yang diperoleh dari hasil penelitian, menunjukan Maluku masuk dalam 13 besar daerah terkorup di Indonesia.
“Maka itu kami berharap ke KPK, agar Maluku lebih diprioritaskan dalam pemberantasan korupsi. Hasil penelitian kami membuktikan Maluku salah satu daerah terkorup. Maluku kalau tidak salah masuk dalam 13 besar daerah terkorup dari 33 provinsi di Indonesia,”ungkapnya. Sayangnya, kata dia belum ada kasus yang ditangani KPK sampai kepada penyidikan. Hanya baru pada tingkat pendalaman. Dia berharap ke depan bisa ada kasus korupsi yang diungkap oleh lembaga anti koruptor yang paling ditakuti tersebut.
Sebenarnya, dugaan korupsi berbagai proyek di SBT, bukan hal yang baru. Dugaan penyelewengan dana proyek dengan nilai lebih dari Rp 90 miliar, sudah diselidiki Kejati Maluku mulai November 2006. Dana itu dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, termasuk trans Pulau Gorom dan Trans Seram. Proses penyelidikan terus berlangsung. Pejabat yang sudah diperiksa diantaranya Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Dana proyek yang diduga diselewengkan adalah untuk pembangunan jalan Desa Dawang-Masiwang sepanjang 35 km (Rp 7,7 miliar), proyek jalan Trans Gorom sepanjang 36 km (Rp10,6 miliar), jalan Jembatan Basa (Rp3 miliar), pembukaan Jalan Masiwang-Air Nanang 200 km, dan jalan Jembatan Batu Asa (Rp1,7 miliar). Dana pembangunan jalan Desa Dawang-Masiwang dan Trans Gorom sudah dibangun Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sebelum pemekaran. Tetapi, dana pembangunannya dianggarkan kembali dalam APBD SBT 2006.
Ditambah lagi pembangunan beberapa jembatan yang nilainya lebih 10 miliar.Sementara itu dalam kasus dugaan korupsi dana DAK Pendidikan tahun 2008 sebesar Rp.16 Miliar,Kadis Pendidikan SBT ,Hasan Suwakul telah di vonis penjara 1 tahun dengan denda Rp.50 juta.Selanjutnya dugaan kasus Korupsi Pajak tahun 2006 – 2007 sebesar Rp.3 Miliar yang saat ini di tangani kejaksaan dan kasus dugaan korupsi Proyek Mangrove dan IPK di dinas Kehutanan,dan yang lagi marak saat ini kasus pasar fiktif dan Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan Kantor Camat dan Kantor desa di Kecamatan Kelimury,yang di sertai dgn dugaan penerimaan fee sebesar Rp.450 juta dari rekanan oleh Camat Kelimury.
Dugaan korupsi yang terjadi di SBT, kabupaten yang usianya genap sewindu, membuat hati masyarakat SBT menjadi miris. Padahal, sebagai daerah yang baru dimekarkan, mereka berharap dana-dana pembangunan baik yang bersumber dari APBN maupun APBD dan sumber lainnya, bisa dimanfaatkan secara optimal untuk membangun daerah ini, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Penggunaan dana APBN dan APBD yang diduga dikorupsi, jelas sangat bertentangan dengan kerja besar bangsa dalam memberantas segala bentuk korupsi.
Konsekuensinya, Abdullah Vanath selaku pimpinan tertinggi di SBT, harus bisa menjamin penggunaan anggaran berbasis kinerja yang titik beratnya pada kesesuaian antara input, output dan outcome. Jangan hanya melihat input-nya saja dan tidak peduli yang dihasilkan apa.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja, seperti dijelaskan Presiden SBY, merupakan langkah penting dan berarti dalam sistem keuangan di negara, penerapannya memberi konsekuensi bahwa setiap pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran, harus mempertanggungjawabkan satu rupiah uang rakyat yang digunakannya sesuai indikator kinerja yang terukur dan sudah disepakati.
Presiden SBY mengatakan: Pengelolaan keuangan Negara harus profesional, transparan dan akuntabel. Cegah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tingkatkan kualitas pelaksanaan anggaran. Segera tunjuk pejabat perbendaharaan yang kompeten dan berkualitas. Pastikan program-program pemerintah berjalan dengan baik, dan rakyat dapat merasakan manfaatnya secara langsung. Meskipun terkesan lambat, langkah pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dan KPK yang mulai ”membersihkan tikus-tikus” yang menggerogoti uang rakyat di SBT, pantas diacungi jempol. Kita berharap agar semua aktor yang diduga terlibat tindak pidana korupsi, harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
Pertanyannya: sejauhmana keterlibatan Bupati Abdullah Vanath dalam kasus ini? Selama hampir dua periode memimpin SBT, apakah ia tahu kalau dana pembangunan di SBT diduga diselewengkan oleh anak buahnya?
Kita tak boleh berprasangka buruk dulu. Sebaiknya kita tunggu saja anak buah Jaksa Agung Basrief Arief dan anak buah Abraham Samad menuntaskan pengusutan dugaan korupsi APBD di SBT. Tapi yang pasti, turunnya tim penyidik KPK ke Bula, membuat Abdullah Vanath kelimpungan. Untuk menghindari jeratan hukum, ia pun memasang tameng dan membuat berbagai strategi untuk menghindari jeratan hukum. Salah satu diantaranya adalah dengan mengadakan ”rapat khusus” dengan bawahannya di Jakarta akhir November lalu. Rapat khusus Abdullah Vanath dengan bawahannya, terkesan aneh dan mengundang tandatanya besar: Ada apa kok sampai Bupati mengadakan rapat dengan bawahannya di Jakarta?
Sungguh ironis, dana APBD yang seharusnya digunakan untuk pembangunan proyek-proyek yang pro-rakyat, justeru digunakan untuk membiayai rapat-rapat di Jakarta. Kegiatan seperti inilah yang mengundang reaksi keras dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Karena itu
Kementerian ini mendukung dilakukannya moratorium perjalanan dinas pejabat daerah ke kota-kota besar maupun luar negeri. Langkah ini dinilai bijak dalam upaya efisiensi anggaran dan searah dengan kebijakan reformasi birokrasi.
“Kami mendukung usulan anggota Komisi II untuk menghentikan perjalanan dinas kepala daerah maupun pejabat daerah ke Jakarta atau kota-kota besar lainnya serta ke luar negeri. Karena memang setiap perjalanan dinas kepala daerah makan anggaran yang banyak,” kata Deputi Kelembagaan Kemenpan-RB Ismadi Ananda.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan, terang Ismadi, sebenarnya sudah ada batasan bagi kepala daerah maupun pejabat melakukan lawatan ke luar wilayahnya. Namun kenyataan di lapangan, tidak sedikit kepala daerah yang hampir setiap minggu ke luar daerah.
“Kalau kepala daerahnya lebih banyak di luar daerah, bagaimana bisa dia menjalankan pemerintahan dengan baik. Jangan karena ada sekretaris daerah, tugasnya dilimpahkan ke sekda. Begitu terpilih sebagai pimpinan
daerah, harusnya lebih dekat dengan rakyatnya dan bukannya memanfaatkan kesempatan jalan-jalan ke kota-kota besar,” tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR RI Agustina Basik mendesak Pemerintah untuk membuat moratorium perjalanan dinas bagi pejabat daerah ke Jakarta atau kota lainnya. Perjalanan dinas ujarnya sebagaimana dilangsir JPNN, dinilai hanya buang-buang uang daerah/negara. Itupun perjalanan dinasnya sering korupsi waktu. Misalnya, yang harusnya sehari dua hari, dibikin panjang hanya untuk pelesir
Oleh : Muhamad Ramly Faud
(Peneliti Center For Economic and Moniter Study/PSEM)
SETELAH menunggu cukup lama, perjuangan keras berbagai elemen masyarakat anti korupsi yang megendus aroma korupsi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), tampaknya mulai membuahkan hasil. Pengusutan dugaan korupsi dana APBD di daerah ini, kini memasuki babak baru dengan turunnya tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bula pada 7-9 November lalu. Kesediaan Ketua KPK mengirim tim penyidiknya ke Bula, dimaksudkan untuk mendalami dugaan korupsi yang dilaporkan berbagai elemen masyarakat. Sekaligus juga sebagai bentuk komitmen Pemerintahan Presiden SBY untuk membersihkan negeri ini dari koruptor yang telah merampok uang rakyat. Kasus korupsi di SBT didalami KPK, setelah berbagai elemen masyarakat melaporkan dugaan korupsi kepada lembaga superbody itu.
Aroma korupsi dana APBD SBT menyeruak semenjak berbagai elemen masyarakat anti korupsi, melaporkan kasusnya kepada KPK dan Kejaksaan Tinggi Maluku. Mereka mendesak agar aparat hukum menuntaskan pengusutannya dugaan korupsi yang jumlahnya sangat fantastis mencapai 24 miliar rupiah. Sebut saja Lembada Swadaya Masyarakat Goran, lembaga ini mengendus lima proyek bermasalah dengan total anggaran 24 miliar, yaitu dugaan korupsi pembangunan jembatan Waesalas, jembatan Waeniff, pembangunan jembatan Waemer, dan proyek petakan sawah 2008.
Direktur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Yan Sariwating, juga minta agar Kejati Maluku serius mengusut kasusnya. Selain itu BPK juga didesak agar mengaudit penggunaan dana MTQ Maluku di SBT sebesar 13 miliar rupiah. ”Dana ukuran jumbo itu tidak sebanding dengan penggunaannya,” kata Ketua LMS Olasaka Musafi Rumadan. Dana itu dari APBD SBT 2010. Untuk pembangunan panggung 3 miliar, untuk konsumsi 2 miliar. Padahal untuk MTQ 10-17 Mei 2010 tak lebih dari 5 miliar. Cilakanya dana itu dipungut dari guru dan kepala sekolah melalui pemotongan gaji sebesar 150 ribu rupiah.
Sementara itu pada pertengahan November lalu, kelompok pemuda yang tergabung dalam Front Pembebasan Rakyat (FPR) menggelar aksi demo di depan kantor Kejati Maluku di kota Ambon. Mereka menuntut pengusutan sejumlah kasus indikasi korupsi di SBT. Ketua FPR Ferdi Suwakul dalam orasinya mengatakan, Bupati SBT Abdullah Vanath beserta para pembantu dan pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setempat, seharusnya menggunakan uang negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan dikorupsi yang menguntungkan segelintir orang atau golongan tertentu.
"Banyak sekali indikasi korupsi di SBT, di antaranya proyek pembangunan jembatan di Waeneff, Waesalas dan Waemar di Kecamatan Bula yang saat ini masih berlangsung," kata Ferdi.
Selain itu, keputusan Bupati Abdullah Vanath memotong gaji pegawai sebesar 2,5 persen per orang dari total gaji pokok selama Mei-Agustus 2011 dengan dalil infak, juga diduga sarat muatan korupsi, karena jumlah yang disalurkan menjelang Lebaran Idul Fitri 1432 Hijriah lalu sangat kecil, tidak sebanding dengan besarnya dana yang terkumpul. Para pendemo menuntut Kajati Maluku Efendy Harahap mengusut dua kasus dugaan korupsi yang dinilai merugikan rakyat itu.
Sementara Kajati Maluku mengatakan, saat ini pihaknya sedang memeriksa sejumlah pejabat SBT yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. "Kasus-kasus di SBT akan kami tangani tapi diprioritaskan yang terekspose dan menarik perhatian publik, karena harus disesuaikan dengan jumlah personil di Kejati dan dana yang dianggarkan," kata Kajati Maluku, Efendy Harahap.
Dikatakannya, dalam kaitan dengan dugaan korupsi di SBT, pihaknya sedang memeriksa Bendahara Dinas Pendapatan Daerah (Dispeda), Ipfa Khouw. Ipfa Khouw diperiksa terkait hasil audi BPK tahun 2009 atas penggunaan APBD Kabupaten SBT tahun 2007.
Ia juga mengharapkan dukungan dan kerjasama yang baik dari FPR dan semua lapisan masyarakat, agar para personil Kejaksaan yang turun ke lapangan mendapat kemudahan dan dapat menjalankan tugas dengan baik.
Sementara itu Indonesian Coruption Watch (ICW) memberi dukungannya kepada KPK untuk mengungkap dugaan korupsi yang terjadi di SBT. Koordinator Devisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan mengatakan, KPK harus bisa mengungkap dugaan korupsi tersebut, sehingga tidak terkesan hanya wacana belaka. LSM anti korupsi itu berharap semoga KPK mendapat bukti kuat, sehingga tidak terbatas hanya pada pendalaman kasus, tapi ditingkatkan ke penyelidikan.
“KPK harus lebih serius dalam menangani kasus korupsi itu. Karena problem sosial seperti rusuh dan lainnya juga biasanya bermula dari kasus korupsi,” ungkap Irawan, kepada Ambon Ekspres. Dia berjanji pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi di Maluku, khususnya di
SBT. Menurutnya, dugaan korupsi Maluku harus lebih diprioritaskan oleh KPK, karena Maluku termasuk memiliki indeks korupsi tertinggi di Indonesia. Dalam catatan ICW yang diperoleh dari hasil penelitian, menunjukan Maluku masuk dalam 13 besar daerah terkorup di Indonesia.
“Maka itu kami berharap ke KPK, agar Maluku lebih diprioritaskan dalam pemberantasan korupsi. Hasil penelitian kami membuktikan Maluku salah satu daerah terkorup. Maluku kalau tidak salah masuk dalam 13 besar daerah terkorup dari 33 provinsi di Indonesia,”ungkapnya. Sayangnya, kata dia belum ada kasus yang ditangani KPK sampai kepada penyidikan. Hanya baru pada tingkat pendalaman. Dia berharap ke depan bisa ada kasus korupsi yang diungkap oleh lembaga anti koruptor yang paling ditakuti tersebut.
Sebenarnya, dugaan korupsi berbagai proyek di SBT, bukan hal yang baru. Dugaan penyelewengan dana proyek dengan nilai lebih dari Rp 90 miliar, sudah diselidiki Kejati Maluku mulai November 2006. Dana itu dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, termasuk trans Pulau Gorom dan Trans Seram. Proses penyelidikan terus berlangsung. Pejabat yang sudah diperiksa diantaranya Kepala Dinas Pekerjaan Umum. Dana proyek yang diduga diselewengkan adalah untuk pembangunan jalan Desa Dawang-Masiwang sepanjang 35 km (Rp 7,7 miliar), proyek jalan Trans Gorom sepanjang 36 km (Rp10,6 miliar), jalan Jembatan Basa (Rp3 miliar), pembukaan Jalan Masiwang-Air Nanang 200 km, dan jalan Jembatan Batu Asa (Rp1,7 miliar). Dana pembangunan jalan Desa Dawang-Masiwang dan Trans Gorom sudah dibangun Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah sebelum pemekaran. Tetapi, dana pembangunannya dianggarkan kembali dalam APBD SBT 2006.
Ditambah lagi pembangunan beberapa jembatan yang nilainya lebih 10 miliar.Sementara itu dalam kasus dugaan korupsi dana DAK Pendidikan tahun 2008 sebesar Rp.16 Miliar,Kadis Pendidikan SBT ,Hasan Suwakul telah di vonis penjara 1 tahun dengan denda Rp.50 juta.Selanjutnya dugaan kasus Korupsi Pajak tahun 2006 – 2007 sebesar Rp.3 Miliar yang saat ini di tangani kejaksaan dan kasus dugaan korupsi Proyek Mangrove dan IPK di dinas Kehutanan,dan yang lagi marak saat ini kasus pasar fiktif dan Pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan Kantor Camat dan Kantor desa di Kecamatan Kelimury,yang di sertai dgn dugaan penerimaan fee sebesar Rp.450 juta dari rekanan oleh Camat Kelimury.
Dugaan korupsi yang terjadi di SBT, kabupaten yang usianya genap sewindu, membuat hati masyarakat SBT menjadi miris. Padahal, sebagai daerah yang baru dimekarkan, mereka berharap dana-dana pembangunan baik yang bersumber dari APBN maupun APBD dan sumber lainnya, bisa dimanfaatkan secara optimal untuk membangun daerah ini, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Penggunaan dana APBN dan APBD yang diduga dikorupsi, jelas sangat bertentangan dengan kerja besar bangsa dalam memberantas segala bentuk korupsi.
Konsekuensinya, Abdullah Vanath selaku pimpinan tertinggi di SBT, harus bisa menjamin penggunaan anggaran berbasis kinerja yang titik beratnya pada kesesuaian antara input, output dan outcome. Jangan hanya melihat input-nya saja dan tidak peduli yang dihasilkan apa.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja, seperti dijelaskan Presiden SBY, merupakan langkah penting dan berarti dalam sistem keuangan di negara, penerapannya memberi konsekuensi bahwa setiap pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran, harus mempertanggungjawabkan satu rupiah uang rakyat yang digunakannya sesuai indikator kinerja yang terukur dan sudah disepakati.
Presiden SBY mengatakan: Pengelolaan keuangan Negara harus profesional, transparan dan akuntabel. Cegah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tingkatkan kualitas pelaksanaan anggaran. Segera tunjuk pejabat perbendaharaan yang kompeten dan berkualitas. Pastikan program-program pemerintah berjalan dengan baik, dan rakyat dapat merasakan manfaatnya secara langsung. Meskipun terkesan lambat, langkah pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dan KPK yang mulai ”membersihkan tikus-tikus” yang menggerogoti uang rakyat di SBT, pantas diacungi jempol. Kita berharap agar semua aktor yang diduga terlibat tindak pidana korupsi, harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
Pertanyannya: sejauhmana keterlibatan Bupati Abdullah Vanath dalam kasus ini? Selama hampir dua periode memimpin SBT, apakah ia tahu kalau dana pembangunan di SBT diduga diselewengkan oleh anak buahnya?
Kita tak boleh berprasangka buruk dulu. Sebaiknya kita tunggu saja anak buah Jaksa Agung Basrief Arief dan anak buah Abraham Samad menuntaskan pengusutan dugaan korupsi APBD di SBT. Tapi yang pasti, turunnya tim penyidik KPK ke Bula, membuat Abdullah Vanath kelimpungan. Untuk menghindari jeratan hukum, ia pun memasang tameng dan membuat berbagai strategi untuk menghindari jeratan hukum. Salah satu diantaranya adalah dengan mengadakan ”rapat khusus” dengan bawahannya di Jakarta akhir November lalu. Rapat khusus Abdullah Vanath dengan bawahannya, terkesan aneh dan mengundang tandatanya besar: Ada apa kok sampai Bupati mengadakan rapat dengan bawahannya di Jakarta?
Sungguh ironis, dana APBD yang seharusnya digunakan untuk pembangunan proyek-proyek yang pro-rakyat, justeru digunakan untuk membiayai rapat-rapat di Jakarta. Kegiatan seperti inilah yang mengundang reaksi keras dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Karena itu
Kementerian ini mendukung dilakukannya moratorium perjalanan dinas pejabat daerah ke kota-kota besar maupun luar negeri. Langkah ini dinilai bijak dalam upaya efisiensi anggaran dan searah dengan kebijakan reformasi birokrasi.
“Kami mendukung usulan anggota Komisi II untuk menghentikan perjalanan dinas kepala daerah maupun pejabat daerah ke Jakarta atau kota-kota besar lainnya serta ke luar negeri. Karena memang setiap perjalanan dinas kepala daerah makan anggaran yang banyak,” kata Deputi Kelembagaan Kemenpan-RB Ismadi Ananda.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan, terang Ismadi, sebenarnya sudah ada batasan bagi kepala daerah maupun pejabat melakukan lawatan ke luar wilayahnya. Namun kenyataan di lapangan, tidak sedikit kepala daerah yang hampir setiap minggu ke luar daerah.
“Kalau kepala daerahnya lebih banyak di luar daerah, bagaimana bisa dia menjalankan pemerintahan dengan baik. Jangan karena ada sekretaris daerah, tugasnya dilimpahkan ke sekda. Begitu terpilih sebagai pimpinan
daerah, harusnya lebih dekat dengan rakyatnya dan bukannya memanfaatkan kesempatan jalan-jalan ke kota-kota besar,” tuturnya.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR RI Agustina Basik mendesak Pemerintah untuk membuat moratorium perjalanan dinas bagi pejabat daerah ke Jakarta atau kota lainnya. Perjalanan dinas ujarnya sebagaimana dilangsir JPNN, dinilai hanya buang-buang uang daerah/negara. Itupun perjalanan dinasnya sering korupsi waktu. Misalnya, yang harusnya sehari dua hari, dibikin panjang hanya untuk pelesir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar