Ada Vanath Disuap Kepala Sawit
Bupati Seram Bagian Timur, Abdullah Vanath kembali diduga telah
menyalahgunakan kewenangannya terkait alih fungsi Hak Guna Usaha kepala sawit
di daerah tersebut.
Tindakan ini dinilai sebagai langkah untuk memperkaya diri, dan tidak menghormati institusi DPRD sebagai lembaga politik.
Demikian disampaikan anggota Komis B DPRD SBT, Agil Rumakat, SP. Dia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk segera memanggil dan memeriksa bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdullah Vanath. Desakan wakil rakyat ini
menyusul pengalihan anggaran untuk penanaman kelapa sawit di kabupaten bertajuk Ita Wotu Nusa tanpa melalui pembahasan dan persetujuan anggota DPRD setempat.
Kebijakan Vanath mengalihkan anggaran senilai Rp.4 Milyar lebih yang dianggarkan dalam APBD Murni 2012 untuk peremajaan anak pala di SBT, kata dia, merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku. “Ini luar biasa..! Kebijakan bupati mengalihkan anggaran peremajaan pala senilai Rp.4 Milyar lebih di Dinas Kehutanan untuk penanaman kelapa sawit tanpa persetujuan dewan adalah pelanggaran terhadap UU,” tandasnya.
Anggaran senilai Rp.4 Milyar lebih yang dikelolah Dinas Kehutanan SBT. dianggarkan dalam APBD Murni SBT 2012 untuk peremajaan anak pala di SBT. Anggaran sebanyak itu diam-diam oleh Vanath secara sepihak dialihkan untuk penanaman kelapa sawit di SBT tanpa menunggu pembahasan APBD Perubahan di DPRD.
“Kebijakan ini sungguh melanggar UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU RI nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga bupati Abdullah Vanath harus diperiksa. Ini luar biasa tanpa persetujuan dewan mereka sudah melakukan penanaman kelapa sawit dengan anggaran tersebut,” tandas Rumakat.
Direktur SBT Center, Djabar Tianotak menegaskan, Kkejaksaan Tinggi Maluku untuk segera menangkap bupati Abdullah Vanath. “Informasi yang saya dapat dari orang terdekat Vanath ternyata pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dan perkebunan tebu di SBT tumpang tindih. Pada status lahan yang sama bupati mengeluarkan dua buah izin berbeda pada dua perusahaan berbeda adalah sesuatu yang imposible,” tegas Tianotak.
Dia menuding telah terjadi praktek suap dalam penerbitan izin HGU kelapa sawit dan HGU perkebunan tebu di SBT. Dugaan suap ini mencul setelah terungkap pada status lahan yang sama, Vanath mengeluarkan dua buah izin berbeda. Izin tersebut antara lain diberikan pada PT. Dasa Darma Inda Aji Sampurna untuk perkebunan kelapa sawit seluas 11.372 ha (SK bupati tanggal 20 Oktober 2009). Enam bulan kemudian, SK pada lahan yang sama juga diberikan pada PT. Wailola Agro Manise tetapi untuk penanaman tebu seluas 24.429 ha (SK bupati tanggal 14 April 2010).
Dugaan suap ini, kata dia, mudah ditelusuri. Pasalnya, pemberian izin pertama perkebunan kelapa sawit diduga merupakan praktek KKN dengan salah satu investor yang pemiliknya adalah anak seorang jenderal. Namun bupati kemudian diduga telah menerima suap dari investor lainnya yakni perkebunan tebu senilai Rp.16 Milyar sehingga Vanath harus mengeluarkan izin HGU untuk penanaman tebu pada lahan yang sama di SBT.
“Luar biasa, Ini perkebunan milik investor, keluarga Vanath, Pemda atau perkebunan PNS. Vanath telah menjadikan SBT sebagai lahan mengeruk pundi-pundi rupiah meski itu bertabrakan dengan aturan-aturan yang ada,” kesal Tianotak
Tindakan ini dinilai sebagai langkah untuk memperkaya diri, dan tidak menghormati institusi DPRD sebagai lembaga politik.
Demikian disampaikan anggota Komis B DPRD SBT, Agil Rumakat, SP. Dia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku untuk segera memanggil dan memeriksa bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Abdullah Vanath. Desakan wakil rakyat ini
menyusul pengalihan anggaran untuk penanaman kelapa sawit di kabupaten bertajuk Ita Wotu Nusa tanpa melalui pembahasan dan persetujuan anggota DPRD setempat.
Kebijakan Vanath mengalihkan anggaran senilai Rp.4 Milyar lebih yang dianggarkan dalam APBD Murni 2012 untuk peremajaan anak pala di SBT, kata dia, merupakan bentuk pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku. “Ini luar biasa..! Kebijakan bupati mengalihkan anggaran peremajaan pala senilai Rp.4 Milyar lebih di Dinas Kehutanan untuk penanaman kelapa sawit tanpa persetujuan dewan adalah pelanggaran terhadap UU,” tandasnya.
Anggaran senilai Rp.4 Milyar lebih yang dikelolah Dinas Kehutanan SBT. dianggarkan dalam APBD Murni SBT 2012 untuk peremajaan anak pala di SBT. Anggaran sebanyak itu diam-diam oleh Vanath secara sepihak dialihkan untuk penanaman kelapa sawit di SBT tanpa menunggu pembahasan APBD Perubahan di DPRD.
“Kebijakan ini sungguh melanggar UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan UU RI nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sehingga bupati Abdullah Vanath harus diperiksa. Ini luar biasa tanpa persetujuan dewan mereka sudah melakukan penanaman kelapa sawit dengan anggaran tersebut,” tandas Rumakat.
Direktur SBT Center, Djabar Tianotak menegaskan, Kkejaksaan Tinggi Maluku untuk segera menangkap bupati Abdullah Vanath. “Informasi yang saya dapat dari orang terdekat Vanath ternyata pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dan perkebunan tebu di SBT tumpang tindih. Pada status lahan yang sama bupati mengeluarkan dua buah izin berbeda pada dua perusahaan berbeda adalah sesuatu yang imposible,” tegas Tianotak.
Dia menuding telah terjadi praktek suap dalam penerbitan izin HGU kelapa sawit dan HGU perkebunan tebu di SBT. Dugaan suap ini mencul setelah terungkap pada status lahan yang sama, Vanath mengeluarkan dua buah izin berbeda. Izin tersebut antara lain diberikan pada PT. Dasa Darma Inda Aji Sampurna untuk perkebunan kelapa sawit seluas 11.372 ha (SK bupati tanggal 20 Oktober 2009). Enam bulan kemudian, SK pada lahan yang sama juga diberikan pada PT. Wailola Agro Manise tetapi untuk penanaman tebu seluas 24.429 ha (SK bupati tanggal 14 April 2010).
Dugaan suap ini, kata dia, mudah ditelusuri. Pasalnya, pemberian izin pertama perkebunan kelapa sawit diduga merupakan praktek KKN dengan salah satu investor yang pemiliknya adalah anak seorang jenderal. Namun bupati kemudian diduga telah menerima suap dari investor lainnya yakni perkebunan tebu senilai Rp.16 Milyar sehingga Vanath harus mengeluarkan izin HGU untuk penanaman tebu pada lahan yang sama di SBT.
“Luar biasa, Ini perkebunan milik investor, keluarga Vanath, Pemda atau perkebunan PNS. Vanath telah menjadikan SBT sebagai lahan mengeruk pundi-pundi rupiah meski itu bertabrakan dengan aturan-aturan yang ada,” kesal Tianotak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar