Politisasi PNS Di Kabupaten SBT
Oleh: Nasarudin Tianotak. Dosen Fakultas Hukum Universitas
Pattimura
Politik adalah suatu istilah yang
tidak bias dilepaskan dari kehidupan manusia, karena dengan politik manusia
dapat memenuhi berbagai ambisi hidupnya, seperti pengakuan akan eksistensinya,
pengakuan akan kehormatanya dan harga dirinya dan termasuk didalamnya adalah
pengakuan untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan dalam masyarakat serta tidak
kalah pentingnya adalah adanya peningkatan kesejahteraan secara finasial.
Demikian halnya sosok Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang juga bagian dari anggota masyarakat. Sudah sepantasnya
jika PNS ingin menjadi panutan dan tidak ditokohkan oleh masyarakat social dalam
lingkungannya, disamping PNS sebagai figur pemimpin keluargnya, sangat
manusiawi jika ingin meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Baik untuk
meningkatkan jenjang dan karir dibirokrasi maupun mendulang pundi-pundi
finasial.
PNS sebagai unsur aparatur Negara
dalam menjalankan roda pemerintahan dituntut untuk melaksanakan fungsi dan
tugasnya sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat harus bisa menjunjung tinggi
martabat dan citra kepegawaian demi kepentingan masyarakat dan Negara. Tetapi dalam
kenyataan dilapangan masih banyak ditemukan PNS yang kurang tahu dan kurang
menyadari akan tugas dan fungsinya sehingga sering timbul
ketimpangan-ketimpangan dalam menjalankan tugasnya dan tidak jarang membuat
kecewa masyarakat.
Sebagai PNS harus ingat bahwa
sebagai aparatur Negara dan abdi masyarakat ada beberapa aturan yang legal formal,
yakni PP No. 37 tahun 2004 tentang larangan PNS menjadi anggota partai politik.
Pasal 66 PP No. 6 tahun 2005 bahwa pasangan calon dilarang melibatkan PNS. Surat edaran Mempan No. SE/08.A/M.PAN/5/2005
tentang netralitas PNS pada butir A. Bagi PNS yang menjadi calon Kepala atau
wakil kepala daerah 1. wajib membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari
jabatn negera, jabatan struktural atau fungsional disampaikan disampaikan
kepada atasan langsung. 2. Dilarang menggunakan anggaran pemerintah dan atau
pemerintah daerah. 3. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
4. Dilarang melibatkan PNS lainnya untuk memberikan kampanye.
Pada bitir B. bagi PNS yang bukan
calaon kepala daerah atau wakil kepala daerah 1. Dilarang terlibat dalam
kampanye untuk mendukung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. 2. Dilarang
menggunakan fasilitas fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kampanye. 3. Dilarang
membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye.
Ketentuan sangat jelas bahwa
tidak ada larangan bagi PNS untuk melek politik dan berbicara masalah politik
karena disini PNS masih memiliki hak politik yaitu ikut memilih calon kepala
daerah atau wakil kepala daerah. Maka sangat wajar jika seorang PNS memberikan
pendidikan politik yang benar kepada masyarakat atau berbicara tetang kriteria
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sedangkan yang dilarang bagi PNS
adalah terlibat politik praktis dalam pemilihan kepala daerah.
Keterlibatan PNS dalam politik
praktis pemelihan kepala daerah memang menjadi biang kekisruhan birokrasi kita
selama ini, sebut saja pengisian jabatan struktural dipemerintahan daerah yang
diisi oleh PNS yang ikut tim sukses sebagai imbalannya dengan menabrak beberapa
aturan kepegawaian yang ada. Ini akan menciptakan iklim buruk dalam jenjang
karir PNS, karena jenjang karir seorang PNS telah diatur dalam 1. UU No 43
tahun 1999 bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang
kepangkatan yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, rasa tau golongan.
2. Penjelasan atas UU No 43 tahun
1999 bahwa pengangkatan dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus
dilakukan secara obyektif dan selektif sehingga membutuhkan sehingga
menumbuhkan kegairahan untuk berkopetensi bagi semua PNS untuk meningkatkan
kemampuan profesionalismenya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat.
3. PP No 13 tahun 2002 pasal 5
bahwa persyaratan untuk diangkat dalam jabatan struktural adalah a. berstatus
PNS. b. serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 tingkat dibawa jenjang pangkat
yang ditentukan. c. memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang
ditentukan. d. semua unsure penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalan 2 tahun terakhir. e. memiliki kompetensi jabatan yang
diperlukan. f. sehat jasmani dan rohani.
Pejabat Pembina Kepegawaian pusat
dan pejabat Pembina Kepegawaian daerah perlu memperhatikan factor senioritas
dalam kepangkatan, usia, pendidikan, dan pelatihan jabatan dan pengalaman yang
dimiliki. Selanjutnya dalam PP no 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri
Sipil pada bab II bagian kedua mengenai larangan PNS yang diatur pada pasal 4
ayat 6 disebutkan bahwa PNS dilarang melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman
sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya
dengan tujuan untuk keuntunga pribadi, golongan atau pihak lain yang secara
langsung atau tidak tidak langsung merugikan Negara. Ayat 10 menyebutkan PNS
dilarang melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat
menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga
mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani.
Mobilisasi seluruh PNS dilingkup
Kabupaten SBT untuk melakukan aksi demo menuntut dicopotnya Kapolres SBT adalah
suatu tindakan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan sebagaimana
disebutkan diatas sekaligus sebagai contoh nyata praktik politisasi PNS yang
terjadi di SBT selama ini.
Gerakan demo tersebut membuktikan
PNS dilingkup Kabupaten SBT telah nyata digunakan sebagai alat untuk melindungi
kepentingan politik penguasa di SBT. Ada suatu pesan moral yang ingin
disampaikan lewat aksi demo tersebut antara lain: adalah bahwa siapa saja yang hendak
mencoba mengungkapkan apalagi sampai mengusut segala kebobrokan yang terjadi
dalam pemerintahan SBT akan menimbulkan ketidakstabilan keamanan. Dalam konteks
inilah Kapolres SBT didemo karena mencoba untuk mengusut dugaan penyalahgunaan
wewanang di Kabupaten SBT. Semoga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar