SARADAN NEWS

PIMPINAN DAN STAF SARADAN NEWS MENGUCAPKAN SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1434 H, MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Selasa, 10 Juli 2012

Diky Akui Ketemu Rekanan, Tapi Bukan di Bandung Dugaan Gratifikasi Alkes SBT Dibongkar

Peneliti Center For Economic and Moneter Study (PSEM), Ramly Faud meminta Kejaksaan Tinggi Maluku turun tangan mengusut dugaan gratifikasi dan korupsi proyek alat

kesehatan (Alkes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bula, Seram Bagian Timur (SBT) tahun 2010 dan 2011.

Alkes senilai Rp.16 Milyar masing-masing Rp.10 Milyar APBN 2010 dan Rp.6 Milyar Dana Optimalisasi 2011 diduga telah disalah gunakan oleh Direktur RSUD Bula, Dokter Diki Achmad Hidayah, M.Kes.

Faud menuturkan, proyek Alkes SBT dikucurkan pemerintah pusat sejak tahun 2008 semasa kepala dinas kesehatan dijabat dokter Fauzy Attamimi senilai Rp.31 Milyar. Namun pada tahun 2010 dan 2011 pemerintah pusat kembali mengucurkan anggaran masing-masing Rp.10 Milyar (APBN 2010) dan Rp.6 Milyar (APBN 2011) untuk Alkes di RSUD Bula.

Total anggaran tahun 2010 yang bersumber dari APBN untuk Dinas Kesehatan SBT kata Faud, sebanyak Rp. 25 Milyar dengan nilai komitmen fee/gratifikasi sebanyak Rp.3 milyar. Rp.15 Milyar diantaranya untuk pembangunan fisik RSUD Bula yang ditangani PT. Wijaya Perdana, rekanan dari Jakarta dan sisanya Rp.10 Milyar untuk pengadaan Alkes yang ditangani Hendra Wibosono alias Bisiong, rekanan Ambon.

Dugaan gratifikasi alias komitmen fee tersebut senilai Rp.1.750.000.000 masuk ke kantong salah satu pejabat di SBT, sisanya Rp.1.250.000.000 dibagikan kepada beberapa orang termasuk dugaan pemberian kepada Diky. “Transaksi dilakukan di salah satu hotel di Bandung bersama Ibu Hesty Wibisono, rekanan yang menangani proyek tersebut,” beber Faud.

Tak hanya itu, pada tahun 2011, pemerintah pusat kembali mengucurkan dana senilai Rp.6 Milyar yang bersumber dari Dana Optimalisasi. Dana Rp.6 Milyar untuk Alkes tersebut seluruhnya ditangani Hendra Wibisono alias Bisiong, Direktut PT. Tiga Ikan Jaya. “Ini sungguh luar biasa. Kenapa seluruh proyek Alkes di SBT ditangani satu rekanan, yakni Bisiong..?,” beber Faud.

Mantan Koordinator Perwakilan SBT di Jakarta, Ramly Faud mengungkapkan komitmen fee untuk dana Alkes senilai Rp.6 Milyar ini transaksinya dilakukan di Ambon dan Masohi. “Komitmen fee 10 persen masuk ke kantong salah satu pejabat SBT dan sisanya sekitar 7 persen masuk ke kantong salah satu pengelola RSUD,” kata Faud.

Sementara itu, Diky yang dikonfirmasi Ambon Ekspres beberapa waktu lalu membantah bertemu dengan Hesti Wibisono di Bandung. Hanya saja dia mengaku pernah ketemu pengusaha itu di Ambon dan di Jakarta. “Memang saya pernah ketemu dia. Tapi itu hanya untuk melihat Alkes,” kilah Diky.

Dia membantah pertemuan itu membicarakan tentang fee atas proyek Alkes atau yang lain. “Saya tidak pernah menerima fee dari proyek itu. Tidak benar tuduhan itu. Itu fitnah semua,” kata dia.

Secara terpisah ketua Aksi Mahasiswa Peduli Negeri (Ampn) Maluku, Sadri Rumanama juga mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengusut proyek fiktif di RSUD Bula. Menurut Rumanama, selain markup alat-alat kesehatan dan gratifikasi yang merugikan negara milyaran rupiah. Sejumlah proyek fiktif juga ditemukan di RSUD Bula. Salah satunya adalah proyek pengadaan obat-obatan yang ditangani CV. El Perkasa dengan nilai kontrak Rp.287.206.500, tertanggal Juli 2011. Proyek yang bersumber dari APBD SBT 2011 ini fiktif.

“Ini proyek fiktif alias tidak ada pengadaan obat yang dilakukan CV. El Perkasa pada Juli 2011 lalu. Ini harus diusut. Kejaksaan Tinggi Maluku harus turun tangan mengusut dugaan proyek fiktif yang terjadi di RSUD Bula,” tegas Rumanama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar